Keamanan maritim bukan hanya soal perlindungan perairan dari ancaman luar, tetapi juga bagian dari jati diri dan kedaulatan suatu negara. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki wilayah laut lebih luas daripada daratan, isu ini sangat penting untuk dipahami, tidak hanya dalam kerangka pertahanan, tetapi juga diplomasi internasional. Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, baru-baru ini menegaskan komitmen negara untuk terus memperkuat kemitraan pertahanan, khususnya dalam menghadapi tantangan yang berkaitan dengan kedaulatan dan keamanan maritim.
Indonesia, yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan berbatasan langsung dengan beberapa negara besar, tentu saja sangat mengedepankan perlindungan wilayah lautnya. Namun, yang menjadi sorotan utama adalah ketegangan di Laut China Selatan yang berpotensi mengganggu stabilitas kawasan, meskipun Indonesia bukanlah pihak yang terlibat langsung dalam sengketa tersebut. Aktivitas yang dilakukan oleh China, terutama di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia, telah menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi negara ini.
China, yang mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan peta “sembilan garis putus-putus,” sering kali melakukan tindakan yang dipandang mengancam kedaulatan negara-negara yang berbatasan, termasuk Indonesia. Walaupun Indonesia tidak terlibat dalam klaim tersebut, namun aktivitas eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan China di perairan yang berada dalam ZEE Indonesia tetap menjadi perhatian serius. Indonesia memiliki hak eksklusif atas sumber daya alam di wilayah tersebut, dan setiap pelanggaran terhadap hak tersebut tentu saja mempengaruhi kedaulatan negara.
Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia menekankan pentingnya penyelesaian sengketa secara damai. Langkah diplomatik yang ditempuh Indonesia adalah mendorong pembentukan kode etik antara ASEAN dan China yang bertujuan untuk menjaga stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan. Kode etik ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi negara-negara di kawasan untuk menyelesaikan perselisihan tanpa harus menempuh jalan kekerasan, serta memastikan bahwa hak-hak negara pesisir dihormati.
Penting untuk dicatat bahwa pendekatan Indonesia dalam isu ini tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga proaktif. Keamanan maritim bukan hanya tentang menghadapi ancaman, tetapi juga tentang membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara-negara tetangga dan kekuatan besar. Indonesia tidak hanya fokus pada diplomasi bilateral, tetapi juga memperkuat peran ASEAN sebagai kekuatan kolektif yang dapat memberikan solusi atas ketegangan yang ada.
Lebih jauh lagi, Indonesia berkomitmen untuk memperkuat kapasitas pertahanan maritimnya, baik melalui modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) maupun peningkatan latihan bersama dengan negara-negara sahabat. Kerja sama ini penting untuk memastikan Indonesia siap menghadapi tantangan yang ada, serta memperkuat posisi negara dalam forum internasional.
Kesimpulannya, isu keamanan maritim dan kedaulatan Indonesia bukan hanya berkaitan dengan perlindungan fisik terhadap wilayah perairan, tetapi juga soal memperkuat diplomasi dan kerja sama internasional. Dengan pendekatan yang bijaksana, Indonesia dapat menjaga stabilitas kawasan, memastikan sumber daya alam yang melimpah tetap berada di bawah kendali negara, dan pada akhirnya, mempertahankan kedaulatan yang menjadi hak setiap bangsa.